Jika kita mau merenungkan ternyata bahaya yang ditimbulkan dari tidak menikah lebih banyak apalagi di zaman yang mengerikan ini. Zaman di mana maksyiat tidak malu-malu lagi dilakukan di depan umum, akses pornografi sangat mudah didapatkan, gedung-gedung dan tempat-tempat menumpahkan syahwat tersebar di mana-mana, pergaulan bebas dan pacaran membudayadi negeri kita sehingga perbuatan cabul dan perzinaan merajalela, timbullah tindakan hina aborsi, pembuangan bayi di sampah-sampah, penjualan anak dan lahirlah anak-anak tanpa ayah.
Oleh karena itu melaksanakan pernikahan lebih baik bagi seseorang daripada hidup membujang atau tidak menikah agar selamat dari bahaya yang disebutkan di atas dan agar mendapatkan keutamaan dari pernikahan yang dijanjikan oleh Allah Swt.
Diriwayatkan pada suatu hari banyak orang berkumpul di majelis Ibnu Abbas Ra. Kemudian setelah selesai pengajiannya, semua yang hadir meninggalkan majelis tersebut kecuali seorang pemuda yang tidak meninggalkan majelisnya.
Lalu Ibnu Abbas Ra bertanya kepadanya “ Apakah anda punya keperluan ?
“ ya “ jawabnya. “
Aku ingin menanyakan satu masalah tapi aku malu pada orang-orang dan sekarang aku sudah siap bertanya “ kata si pemuda.
Lalu Ibnu Abbas berkata “ Orang alim itu kedudukannya seperti ayah, maka apa yang anda katakana kepada ayahmu beritahukan pula kepadaku “.
Pemuda itu berkata “ Aku adalah seorang pemuda yang belum beristri dan aku takut pada perbuatan zina, maka aku sering mengeluarkan mani dengan tanganku (onani), apakah itu perbuatan maksyiat ?
Ibnu Abbas langsung berpaling darinya dan berkata huss sambil meludah. “ Menikah dengan budak lebih baik daripada perbuatan itu juga lebih baik daripada berzina. Segeralah menikah dewngan perempuan mana saja supaya dirimu terpelihara dari perbuatan tercela dan jangan biarkan dirimu dipermainkan setan “.
Ucapan pemuda di atas membuat sayyiduna Abdullah bin Abbas tercengan atas apa yang dilakukan pemuda itu hingga beliau berpaling dan mengucapkan huss sambil meludah. Pemuda itu telah melakukan onani karena tidak kuat menahan nafsu syahwatnya dan itu memang perbuatan dosa karena Nabi Saw bersabda :
لعن الله من نكح يده
“ Allah melaknat orang yang menikahi tangannya (beronani) “.
Namun bagaimana jika sayyidina Abdullah bin Abbas yang juga sepupu Nabi Saw mendengar atau menyaksikan perbuatan yang lebih buruk dari pemuda di atas yang dilakukan para pemuda-pemudi kita sekarang ini ; pacaran, berdua-duaan dengan lawan jenis dan bercumbu rayu tanpa ada ikatan pernikahan ? sudah tentu beliau akan lebih tercengang lagi dan merasa sedih .
Kemudian beliau memerintahkan pemuda tersebut untuk segera menikah dengan perempuan mana saja supaya terhindar dari perbuatan hina itu.
Solusi terbaik yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Di dalam Hadits sebelumnya telah dijelaskan bahwa Nabi Saw menganjurkan para pemuda yang mempunyai bekal supaya segera menikah karena dengan pernikahan ia lebih dapat menjaga pandangan dan kemaluannya dari yang diharamkan.
Dalam Hadits lain Nabi Saw bersabda :
ايما شاب تزوج فى حداث سنه عج شيطانه يا ويلتا عصم مني دينه
“ Tiap pemuda yang menikah pada usia muda, maka menjeritlah setannya sambil berkata “ Celakalah aku, telah terpeliharalah agamanya dariku “.
Namun bila ia tidak mampu menikah, Nabi Saw memberikan cara yang baik dalam meminimalisir syahwatnya yaitu dengan memperbanyak puasa. Dan jika masih tetap menggebu-gebu nafsu syahwatnya, maka cara terakhir adalah dengan menikah dan menyerahkan pada Allah Swt apa saja resiko yang akan di lalui di dalam pernikahan.
Betapa indahnya ajaran dan petunjuk Nabi Saw. Beliau menganjurkan umatnya menikah karena menikah adalah cara menyalurkan nafsu syahwat yang diridhoi Allah Swt dengan cara yang aman. Tidak ada lagi cara yang lebih bermanfaat dan lebih cocok bagi muda-mudi yang menjalin hubungan kasih kecuali menikah.
Nabi Saw bersabda :
لم ير للمتحابين مثل النكاح
“ Tidak ada bandingan hubungan cinta kasih yang melebihi pernikahan “
Seandainya para orang tua memahami hal ini, niscaya mereka segera mengawinkan putra-putrinya. Karena pernikahan adalah salah satunya cara dalam menjaga kesucian mereka. Itulah petunjuk kenabian. Alangkah indahnya bimbingan ini. Namun sungguh disayangkan kenyataan yang ada saat ini, bimbingan Nabi Saw sang pendidik agung ini telah di kesampingkan oleh banyak kaum muslimin khususnya para orang tua dengan berbagai macam alasan di antaranya :
1. Karena takut anaknya menanggung beban hidup berkeluarga yang berat sementara ia masih sangat muda.
2. Tidak mampu membiayai untuk mas kawin dan acara resepsi pernikahannya yang begitu mahal dan tinggi karena mengikuti adat yang ada di daerahnya. Padahal bila dipandang dari segi Syare’at ia termasuk orang yang mampu.
3. Karena ingin anaknya menyelesaikan studi di perguruan tinggi supaya masa depannya mapan, secara ekonomi maupun kedudukannya di masyarakat. Atau karena alasan-alasan lain yang berupa tradisi maupun taqlid (ikut-ikutan).
Agama Islam tidak pernah melarang seseorang mengejar target title yang lebih tinggi dalam masalah duniawi. Namun Islam mengajarkan kepada kita agar kita harus lebih jeli lagi memperhatikan manakah yang lebih maslahat untuk diri kita, keluara dan anak-anak kita. Islam memerintahkan kita supaya berusaha mengarahkan diri dan keluarga kita agar tidak terjerumus dalam api neraka.
Allah Sw berfirman : قوا انفسكم و اهليكم نارا
“ Jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka “
Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya agar tidak menunda-nunda pernikahan. Beliau Saw bersabda:
ثلاث لا تؤخروهن الصلاة إذا اتت والجنازة إذا حضرت والايم إذا وجدت كفوءا
“ Tiga hal jangan kalian menunda-nundanya : Sholat jika telah tiba waktunya, janazah jika telah siap dikubur dan wanita yang sendirian jika telah menemukan pasangan yang sederajat dengannya “. (HR. Hakim)
Abdullah bin Abbas Ra berkata “ Tidak ada alasan seseorang untuk tidak menikah kecuali karena dua factor: Petama ketidak mampuannya untuk menikah baik dari segi materi atau fisik seperti impoten misalnya. Kedua kefasikan orang itu, karena ditakutkan agama istrinya menjadi rusak “
Dan juga Nabi Saw bersabda :
إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ اِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى اْلاَرْضِ وَ فَسَادٌ عَرِيْضٌ
“ Bila datang meminang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia jika tidak kamu lakukan maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan kerusakan yang menyebar “. (HR.Tirmidzi)
Fitnah dan kerusakan apakah yang terjadi ? yaitu kemungkinan ia lama tidak menikah-menikah atau gejolak nafsu syahwatnya yang berkobar-kobar tidak mampu ia bendung lagi sehingga sangat menggelisahkan dan menyiksa bagi seorang remaja muslim yang menjaga kesuciannya, hingga pada akhinya mereka terjerumus pada perbuatan nista. Dengan sembunyi-sembunyi dari orang tua, mereka mencari kesempatan untuk berdua-duaan dan bermesraan dengan pasangannya sebagai penyaluran syahwat mereka yang membara dan tanpa diduga terjerumus dalam perbuatan zina. Atau finah dan kerusakan berupa jatuhnya wanita muslimah ke tangan kotor, pelamar yang tidak komit dengan nilai-nilai Islam, atau seorang suami atheis yang tidak menghiraukan kemulian dan kehormatan, dia bersikap liberalis dan lacur terhadap istrinya, bergaul secara bebas, meminum khomer dan lain sebagainya.
نعوذ باالله من ذالك كله
Namun semua itu kembali lagi kepada kita, apakah kita mau mendahulukan keselamatan agama kita daripada duniawi kita atau sebaliknya ?.
Hidup membujang atau tidak menikah diperbolehkan dalam Syare’at hanya karena beberapa alasan yaitu :
(Di rangkum dari beberapa kitab)
sumber
Oleh karena itu melaksanakan pernikahan lebih baik bagi seseorang daripada hidup membujang atau tidak menikah agar selamat dari bahaya yang disebutkan di atas dan agar mendapatkan keutamaan dari pernikahan yang dijanjikan oleh Allah Swt.
Diriwayatkan pada suatu hari banyak orang berkumpul di majelis Ibnu Abbas Ra. Kemudian setelah selesai pengajiannya, semua yang hadir meninggalkan majelis tersebut kecuali seorang pemuda yang tidak meninggalkan majelisnya.
Lalu Ibnu Abbas Ra bertanya kepadanya “ Apakah anda punya keperluan ?
“ ya “ jawabnya. “
Aku ingin menanyakan satu masalah tapi aku malu pada orang-orang dan sekarang aku sudah siap bertanya “ kata si pemuda.
Lalu Ibnu Abbas berkata “ Orang alim itu kedudukannya seperti ayah, maka apa yang anda katakana kepada ayahmu beritahukan pula kepadaku “.
Pemuda itu berkata “ Aku adalah seorang pemuda yang belum beristri dan aku takut pada perbuatan zina, maka aku sering mengeluarkan mani dengan tanganku (onani), apakah itu perbuatan maksyiat ?
Ibnu Abbas langsung berpaling darinya dan berkata huss sambil meludah. “ Menikah dengan budak lebih baik daripada perbuatan itu juga lebih baik daripada berzina. Segeralah menikah dewngan perempuan mana saja supaya dirimu terpelihara dari perbuatan tercela dan jangan biarkan dirimu dipermainkan setan “.
Ucapan pemuda di atas membuat sayyiduna Abdullah bin Abbas tercengan atas apa yang dilakukan pemuda itu hingga beliau berpaling dan mengucapkan huss sambil meludah. Pemuda itu telah melakukan onani karena tidak kuat menahan nafsu syahwatnya dan itu memang perbuatan dosa karena Nabi Saw bersabda :
لعن الله من نكح يده
“ Allah melaknat orang yang menikahi tangannya (beronani) “.
Namun bagaimana jika sayyidina Abdullah bin Abbas yang juga sepupu Nabi Saw mendengar atau menyaksikan perbuatan yang lebih buruk dari pemuda di atas yang dilakukan para pemuda-pemudi kita sekarang ini ; pacaran, berdua-duaan dengan lawan jenis dan bercumbu rayu tanpa ada ikatan pernikahan ? sudah tentu beliau akan lebih tercengang lagi dan merasa sedih .
Kemudian beliau memerintahkan pemuda tersebut untuk segera menikah dengan perempuan mana saja supaya terhindar dari perbuatan hina itu.
Solusi terbaik yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Di dalam Hadits sebelumnya telah dijelaskan bahwa Nabi Saw menganjurkan para pemuda yang mempunyai bekal supaya segera menikah karena dengan pernikahan ia lebih dapat menjaga pandangan dan kemaluannya dari yang diharamkan.
Dalam Hadits lain Nabi Saw bersabda :
ايما شاب تزوج فى حداث سنه عج شيطانه يا ويلتا عصم مني دينه
“ Tiap pemuda yang menikah pada usia muda, maka menjeritlah setannya sambil berkata “ Celakalah aku, telah terpeliharalah agamanya dariku “.
Namun bila ia tidak mampu menikah, Nabi Saw memberikan cara yang baik dalam meminimalisir syahwatnya yaitu dengan memperbanyak puasa. Dan jika masih tetap menggebu-gebu nafsu syahwatnya, maka cara terakhir adalah dengan menikah dan menyerahkan pada Allah Swt apa saja resiko yang akan di lalui di dalam pernikahan.
Betapa indahnya ajaran dan petunjuk Nabi Saw. Beliau menganjurkan umatnya menikah karena menikah adalah cara menyalurkan nafsu syahwat yang diridhoi Allah Swt dengan cara yang aman. Tidak ada lagi cara yang lebih bermanfaat dan lebih cocok bagi muda-mudi yang menjalin hubungan kasih kecuali menikah.
Nabi Saw bersabda :
لم ير للمتحابين مثل النكاح
“ Tidak ada bandingan hubungan cinta kasih yang melebihi pernikahan “
Seandainya para orang tua memahami hal ini, niscaya mereka segera mengawinkan putra-putrinya. Karena pernikahan adalah salah satunya cara dalam menjaga kesucian mereka. Itulah petunjuk kenabian. Alangkah indahnya bimbingan ini. Namun sungguh disayangkan kenyataan yang ada saat ini, bimbingan Nabi Saw sang pendidik agung ini telah di kesampingkan oleh banyak kaum muslimin khususnya para orang tua dengan berbagai macam alasan di antaranya :
1. Karena takut anaknya menanggung beban hidup berkeluarga yang berat sementara ia masih sangat muda.
2. Tidak mampu membiayai untuk mas kawin dan acara resepsi pernikahannya yang begitu mahal dan tinggi karena mengikuti adat yang ada di daerahnya. Padahal bila dipandang dari segi Syare’at ia termasuk orang yang mampu.
3. Karena ingin anaknya menyelesaikan studi di perguruan tinggi supaya masa depannya mapan, secara ekonomi maupun kedudukannya di masyarakat. Atau karena alasan-alasan lain yang berupa tradisi maupun taqlid (ikut-ikutan).
Agama Islam tidak pernah melarang seseorang mengejar target title yang lebih tinggi dalam masalah duniawi. Namun Islam mengajarkan kepada kita agar kita harus lebih jeli lagi memperhatikan manakah yang lebih maslahat untuk diri kita, keluara dan anak-anak kita. Islam memerintahkan kita supaya berusaha mengarahkan diri dan keluarga kita agar tidak terjerumus dalam api neraka.
Allah Sw berfirman : قوا انفسكم و اهليكم نارا
“ Jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka “
Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya agar tidak menunda-nunda pernikahan. Beliau Saw bersabda:
ثلاث لا تؤخروهن الصلاة إذا اتت والجنازة إذا حضرت والايم إذا وجدت كفوءا
“ Tiga hal jangan kalian menunda-nundanya : Sholat jika telah tiba waktunya, janazah jika telah siap dikubur dan wanita yang sendirian jika telah menemukan pasangan yang sederajat dengannya “. (HR. Hakim)
Abdullah bin Abbas Ra berkata “ Tidak ada alasan seseorang untuk tidak menikah kecuali karena dua factor: Petama ketidak mampuannya untuk menikah baik dari segi materi atau fisik seperti impoten misalnya. Kedua kefasikan orang itu, karena ditakutkan agama istrinya menjadi rusak “
Dan juga Nabi Saw bersabda :
إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ اِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى اْلاَرْضِ وَ فَسَادٌ عَرِيْضٌ
“ Bila datang meminang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia jika tidak kamu lakukan maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan kerusakan yang menyebar “. (HR.Tirmidzi)
Fitnah dan kerusakan apakah yang terjadi ? yaitu kemungkinan ia lama tidak menikah-menikah atau gejolak nafsu syahwatnya yang berkobar-kobar tidak mampu ia bendung lagi sehingga sangat menggelisahkan dan menyiksa bagi seorang remaja muslim yang menjaga kesuciannya, hingga pada akhinya mereka terjerumus pada perbuatan nista. Dengan sembunyi-sembunyi dari orang tua, mereka mencari kesempatan untuk berdua-duaan dan bermesraan dengan pasangannya sebagai penyaluran syahwat mereka yang membara dan tanpa diduga terjerumus dalam perbuatan zina. Atau finah dan kerusakan berupa jatuhnya wanita muslimah ke tangan kotor, pelamar yang tidak komit dengan nilai-nilai Islam, atau seorang suami atheis yang tidak menghiraukan kemulian dan kehormatan, dia bersikap liberalis dan lacur terhadap istrinya, bergaul secara bebas, meminum khomer dan lain sebagainya.
نعوذ باالله من ذالك كله
Namun semua itu kembali lagi kepada kita, apakah kita mau mendahulukan keselamatan agama kita daripada duniawi kita atau sebaliknya ?.
Hidup membujang atau tidak menikah diperbolehkan dalam Syare’at hanya karena beberapa alasan yaitu :
- Agar ia lebih memfokuskan diri di dalam menuntut ilmu atau beribadah
- Menjauhi segala kesibukan dunia
- Selain itu ia harus memenuhi syarat di bawah ini :
- Hatinya kosong, tidak ada kecondongan kepada wanita
- Berniat menjaga agamanya dan mengutamakan segi keselamatan dan kehatian-hatiannya. Sehingga itu semua bernilai ibadah. Namun sedikit sekali orang yang membujang dengan alasan di atas dan memenuhi syarat tersebut di zaman sekarang ini.
(Di rangkum dari beberapa kitab)
sumber
0 Response to "Bahaya Tidak Menikah"
Post a Comment