Dari Syiah Menjadi Ahlussunnah

Satu Jamaah diutus untuk berdakwah ke sebuah desa di provinsi Hadramaut Yaman yang mayoritas penduduknya berfaham Syi’ah . Salah seorang dari mereka kemudian memberikan bayan ceramah di masjid desa tersebut. Orang tempatan pun riuh membicarakan ceramah agama yang dibawakan oleh salah seorang ahlul jamaah. Sampai datang seorang tua tempatan yang langsung mencelanya,
.
“ ... Kamu berceramah tidak membaca shalawat dan salam atas ahli bait, keluarga nabi ... ! ” ,
Lalu dengan tenang si pemberi bayan menjawab ... ,
“ ... bahkan aku telah mengulang-ulangnya. Apakah bapak tidak mendengarkannya ...? ” .
.
Bapak tua itu terdiam bingung. Mungkin dia bimbang, kapan ia membaca shalawat kepada ahlul bait nabi. Jangan-jangan pas ceramah tadi dia yang ngantuk. Sebenarnya yang diinginkan oleh bapak tua tadi adalah membaca shalawat khusus kepada ahli bait Nabi di mukaddimah dan juga di penutup sebagaimana yang menjadi kebiasaan orang-orang Syiah disana . Tapi bukankah di dalam ceramah, si pemberi bayan sudah bershalawat kepada keluarga nabi setiap kali membacakan hadits ... ? ,
.
Kemudian bapak tua tersebut berkata lagi, nampaknya dia tetap mencoba mencari-cari kesalahan si pemberi bayan ... ,
“ ... kalian mengimami shalat membaca al fatihah tanpa mengucap bismillah ...! ” ,
Kembali si pemberi bayan menjawab dengan tenang ... ,
“ ... Bahkan kami membacanya, tapi kami membacanya dengan sirr (dipelankan) tidak dengan jahr (dikeraskan) .
Bapak tua tersebut masih ngotot memaksa ... ,
“ ... Tapi madzhabnya Imam Zaid mengatakan wajib baca basmalah, shalat itu tidak sah kalau tidak baca basmalah ... ! ” ,
Lalu datang muadzin masjid tempatan membela sang pemberi bayan. Dia berkata kepada orang tua tersebut ... ,
“ ... Wahai syaikh, engkau tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti mazhabmu. Bukankah dia punya dalil Hadits Anas tadi yang membaca basmallah dengan suara pelan ...? ” .
.
Akhirnya terjadilah perdebatan sengit antara sang muadzin tempatan dan bapak tua itu. Orang-orang pun berkumpul di sekitar mereka menambah riuh pikuk perdebatan tadi. Jamaahpun kemudian keluar dari masjid untuk menjauhi keributan.
Di luar masjid, mereka ditemui seorang bapak tua yang lain. Bapak tua ini menyalaminya, kemudian bertanya kepada jamaah ... ,
“ ... Wahai anak muda, kenapa engkau tidak tanazzul saja, mengikuti tata cara peribadatan mereka, agar kemudian mereka mendengarkan dan menerima dakwahmu ...? ” ,
Seorang ahlul jamaah menjawab ,
“ ... Wahai paman, bukankah Rasulullah pernah bersabda,
`
مَنْ أَرْضَى اللهَ بِسَخَطِ النَّاسِ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسُ، وَمَنْ أَرْضَى النَّاسُ بِسَخَطِ اللهِ، عَادَ حَامِدَهُ مِنَ النَّاسِ لَهُ ذَاما
.
“Barangsiapa yang mengharap ridha Allah walaupun manusia murka kepadanya, maka Allah akan ridha kepadanya dan demikian juga manusia akan ridha kepadanya. Barangsiapa yang mengharap keridhaan manusia walaupun dengan kemurkaan Allah, maka orang yang dahulu memujinya akan berbalik mencelanya” .
.
Bapak tua itu kemudian berkata kepada mereka ,
“ ... Benar, benar.. Sungguh benar ucapanmu ...” ,
Jamaah kemudian pindah dan pergi. Ketika mereka shalat di masjid yang lain, ada beberapa orang dari desa tersebut mendatangi mereka sambil membawa senapan. Senapan itu lalu diletakkan di hadapan jamaah. Salah seorang dari mereka lalu berkata ... ,
“ ... Wahai syaikh… , sesungguhnya kabilah kami merasa sangat malu dengan apa yang terjadi tadi . Kami seharusnya menghormati kalian sebagai tamu di desa kami, tapi kami telah memperlakukan kalian dengan kurang terhormat . Dan orang tua yang tadi siang mencelamu sungguh dia adalah orang yang paling buruk di antara kami. Kami tidaklah pernah melihat dia shalat ke masjid melainkan hari ini, ketika dia mendengar bahwa kalian akan memberikan ceramah. Oleh karena itu, ini senjata wahai syaikh kami berikan kepadamu. Terserah engkau , apa hukuman yang pantas bagi kami, karena sesungguhnya ini adalah aib yang besar bagi kami. Kami sungguh merasa malu ...” .
.
Dengan bijak ameer jamaah berkata ... ,
“ ... Tidak ada sesuatu di antara kita. Apa yang sudah terjadi biarkanlah terjadi. Hanya saja biarkan saya dan teman-teman berdakwah dan mengajarkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di tengah-tengah kalian ...” .
.
Akhirnya para utusan kabilah tersebut menyetujui keinginan jamaah dakwah. Mereka pun mulai mengajarkan penduduk desa mereka dengan benar, yang sesuai dengan sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wasallam .
.
Maka sejak itu, berubahlah desa tersebut dari desa Syi’ah menjadi desa ahlussunnah ... SubhanAllah ....

Sungguh telah benar Nabi shallallahu ‘alaihi wa’ala alihi wasallam dengan sabda beliau,
“ ... Barangsiapa yang mengharap ridha Allah walaupun manusia murka kepadanya, maka Allah akan ridha kepadanya dan demikian juga manusia akan ridha kepadanya …”
.
Wallahua’lam bisshawab ...
.
SubhanAllah ...
.
repost kargozari : bhai Abu Abdurrahman , Sana `a

sumber

kargozari dakwah tabligh di yaman

0 Response to "Dari Syiah Menjadi Ahlussunnah"

Post a Comment